Golliath tersentak, mengerjap-erjapkan matanya. Dadanya naik turun berirama sungsang. 

Bulir-bulir bening penuh tendensi menganak sungai menelusuri lekukan wajahnya. Menuruni dahi, pipi, dan akhirnya meresap mengalirkan kecemasan yang menyelusup kembali ke dalam dadanya. 

Ini sebuah petaka!
Sebuah bisikan muncul dari dalam dirinya. 
Tidak apa-apa, dia sudah mati. Tidak akan ada yang tau! Percaya padaku. Bisikan lain yang juga muncul dari tubuh berpeluhnya. Ia basah. Persis seperti semalam kala purnama kedua belas terang menerangi subuh kala itu. Ia menyeret Parjalang setelah tak berkutik. Menguburnya dibawah pohon aru dengan gejolak murka. Lalu, gejolak kemarahan itu surut tergantikan gundah dan takut.

Ia bukan karena polisi atau bahkan pembunuh bayaran yang akan segera menyudahinya, tetapi perkara Nyai Laras. Anak Parjalang yang selalu betah bermain dengan putrinya, Suyi. Namun, jika ibu Sunyi harus betah berdendang di sudut gudang dan takut melihat wajah lelaki, bahkan wajah Golliath sendiri. 

Golliath menengadah. Mencoba menyatukan dua dirinya yang meronta dilepas dari raganya. Ia bergerak ke ruang bawah tanah—ke arah gudang. Mendapati istrinya tengah tersedu dengan pilunya. Ia tertegun. Melakukan hal yang sama. Menangis. Aliran air menganak sungai meminta sebuah telaga tempat bernaung. Sang wanita tertawa. 

"Pria-pria sialan! Pergi dari sini! Kalian membuatku sedih ... hu ... huhuhu." Ia menangis. 

Ia memeluk istrinya, merangkul tak peduli ia dicakar dan dipukul. Sampai akhirnya istrinya membalas dan mereka bersama-sama menikmati lautan sedu-sedan. Setidaknya ia tidak akan dilecehkan lagi. Besok, rute Goliat memutar 180 derajat menikmati hari yang akan ia rajut bersama istrinya. Ia rela walau harus menjual rumah beserta gudang bawah tanahnya. 

Komentar

  1. Ntar dibuat ya. Malah ini blm diedit sudah post
    Hehehe aduhh rempong kk. Besok pagi diedit dan dibuat lanjutannya deh

    BalasHapus
  2. Selalu dibuat terkagum-kagum sama kak Er em

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pidato Pembina Upacara: Pendidikan Karakter Zaman Now

Para pecundang cinta

HOTS