Ulasan Cerpen Panembahan Podo




Sebuah Cerpen Historical Fiction oleh Suden Basayev (Anggota ODOP Batch 4)

Cerpen ringan dengan gelombang pelan namun menghanyutkan ini akan saya ulas dalam pemenuhan tugas mengulas sebuah cerpen Historical Fiction.

Saya akan mencoba menyatu dengan cerita Panembahan Podo dengan menelusuri alur bait demi bait, abjad demi abjad sehingga koherensi dan dinamika cerita bahkan kekurangan dan kelemahannya akan terbuka. Meresapi dengan imaji, yang semoga briliant dan cerah walaupun sekarang matahari sedang lelap menutup mata--gelap gulita.

"Tidak ada yang perlu ditakuti atas sebuah keyakinan kebenaran dalam bersikap." Sebuah kutipan yang langsung saya hapal mati membaca cerpen yang memiliki diksi keren ini. Cukup mampu memikat bahkan membuat saya melahap bacaan ini dalam seketika. 

Orientasi: Cerpen ini menceritakan tentang banyak hal yang saling berkaitan dalam sebuah titik temu yaitu "Kerajaan Kediri". Menceritakan tentang sebuah pemberontakan, tentang seorang raja yang terobsesi menjadi dewa dengan alih-alih mengaku jelmaan dewa yang harus disembah, menceritakan tentang rakyat yang akan memberontak akan tuntutan raja tersebut yang nota bene juga memerintah dengan kejam dan tidak adil, menceritakan tentang Panembahan Podo yang begitu menjanjikan untuk dijadikan boneka pertahanan sang raja dari para pemberontak karena keilmuannya yang mumpuni. Dan, muara dari cerpen ini adalah seorang pemimpin pemberontak yang berhasil mengajak panembahan Podo bergabung; yaitu Ken arok.

Tafsiran : Cerpen ini menceritakan kisah Ken Arok yang memimpin pemberontakan di Kerajaan Kediri. Hal ini dikarenakan sang raja Prabu Kertajaya yang memimpin kediri dengan semena-mena dan kejam, bahkan menyatakan dirinya merupakan jelmaan seorang dewa sehingga harus disembah oleh seluruh rakyat. Sebuah pembodohan publik demi sebuah obsesi menjadi dewa. Hal ini membuat Ken Arok memimpin barisan kuat untuk pemberontakan di kediri.

Evaluasi : Cerpen Historical Fiction ini secara harfiah sudah sangat totalitas dalam mengguratkan alur lewat diksi-diksi yang menarik. Namun, terdapat beberapa spot yang menunjukkan pemahaman penulis dalam soal gramatikal dan ketelitian masih kurang. Bisa saja karena self editing yang terlewatkan atau bahkan konsep yang salah. Typo masih terdapat di dalam cerpen, yaitu : lainm. Pemahaman yang salah mengenai elipsis. Hal ini berani saya cetuskan karena terjadi pengulangan penggunaan elipsis yang salah tersebut sebanyak lima kali. Penggunaan elipsis tersebut selalu di ujung kalimat. Artinya, memang konsep yang sama muncul dan selalu dalam format yang sama. Ini sebuah pemahaman kepenulisan yang masih sangat dangkal untuk ukuran penulis. Seharusnya penulisan elipsis yang tepat itu adalah: 


kata_spasi titik empat tanda penghubung       
 contoh :  "Saya tahu persis, Gusti Prabu sedang bermasalah dengan para pemuka Siwa, para pendeta, para resi dan para biksu ...."

bukan : 
"Saya tahu persis, Gusti Prabu sedang bermasalah dengan para pemuka Siwa, para pendeta, para resi dan para biksu...."



Over all saya merangkumkan tulisan ini dengan satu kata "keren"
semoga saya bisa menerapkannya dalam karya-karya setelah selesai membaca cerpen ini. 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pidato Pembina Upacara: Pendidikan Karakter Zaman Now

Para pecundang cinta

HOTS