Tirani dan Cinta (Episode 1)



Malam pekat tak jua hentikan langkahku. Aku berlari. Kian cepat. Merintangi jalanan tanpa harus memastikan apakah tepatnya itu datar atau terjal. Aku harus menjauh—sejauh mungkin hingga aku tak ditemukan. Langkahku kian gesit. Menyusup di antara rerumputan liar, semak belukar, pepohonan dan bebatuan yang tidak beraturan. Hutan memang tanpa pola, tanpa nada dan tanpa penerangan. Aku kian cepat. Terus melaju menuju ke timur.


Brukkk! 

Aku terhenyak. Langkahku refleks berhenti dengan ringan namun penuh mawas. Ada sesuatu di hadapanku. Di antara semak belukar dan sebuah pohon ek yang tinggi menjulang. 

Aku merapatkan tubuh ke arah bebatuan di antara pepohonan sebesar sepuluh kali lipat dari tubuh mungilku. Umurnya pasti sudah ratusan tahun. Lupakan itu. Ada sesuatu di depan sana. Mengancamkah? Aku siaga. Melontarkan pandangan 360 derajat memastikan sekelilingku aman.
Di hadapanku. Kurang lebih lima meter. 

Aku tiarap. Menyatu dengan tanah. 

Srekkk! Srekkkk! Trashhhh! Suara ranting dan semak menyatu memecahkan hening. Dahiku meneteskan keringat. Di malam buta. Pekat dan larut.

Seekor babi hutan tampak menggeliat dengan gerakan kaki cepat tak beraturan. Menghentak-hentakkan tubuhnya yang nyaris kehilangan keseimbangan. Aku bisa mengamatinya leluasa dengan mata elangku. Nyai Laras memberiku kelebihan itu. Kian mendekat. Hingga aku bisa menyaksikan seekor ular piton besar melilitnya dan nyaris meremukkan tubuhnya. 

Huhft!
Kubuang nafasku lega. Hanya simbiosis hutan yang akan terus terajut bagai rantai siap mengganti alur energi dari yang satu ke yang satu hingga akhirnya membusuk dan terurai oleh dekomposer. 

Aku menjauh memutar haluan ke selatan beberapa meter lalu kembali memutar ke arah timur dan berlari kian gesit. Melebihi kecepatan cahaya tercepat. 

Aku tak boleh terlambat!

Aku tau, nun jauh di barat, aku tak dapat memastikan jarak kami. Mereka berusaha menggapaiku. Tidak boleh ada yang memasuki wilayah upacara itu. Itu sakral bagi mereka. Lalu, aku akan ke sana secepat mungkin menjemput Surti. Membatalkan upacara itu dengan cara apapun. Harus!  


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pidato Pembina Upacara: Pendidikan Karakter Zaman Now

Para pecundang cinta

HOTS