Tirani dan Cinta ( Episode 5)

Aku memukul jatuh seluruh penjaga dalam ruangan persembahan. Surti menyadari kehadiranku namun tak kuasa berkata-kata. 

Kedua kaki dan tangannya diikat pada baja yang menyatu dengan meja persembahan. Segera ku ayun tanganku menghantam baja-baja itu. Pecah berkeping-keping.

Ia memandangku kosong. Tatapannya hampa tanpa kilatan gairah yang biasa bersemayam di sana. Kuraih tangannya. Segera kualirkan chi penyembuh ke urat nadinya. Ia terkesiap. Matanya membelalak menahan kejutan bagaikan sengatan listrik bervoltase ringan namun penuh energi. Aliran tenaga dalamku menjalar menelisik jauh menyatu dengan kapiler-kapiler darahnya. Ia segera siuman. 

Menyadari betapa ia begitu dirindukan,dicintai dan didambakan. Menyadari betapa ia baru saja meninggalkan kematian yang menganga memintanya untuk dipersembahkan. Tirani sebuah ambisi yang menggebu tiada berperikemanusiaan. Sang penguasa hanyalah seorang pemuja roh yang sebenarnya tiada berkuasa menggulir hitam jadi putih, menggantikan siksa menjadi tawa dan kemakmuran seperti yang ia elukan. 

 Surti menangis dan memelukku erat. Segera kututupi tubuhnya dengan jubah yang melekat padaku. Aku harus segera membawanya keluar dari bangunan ini. 

Ia menatapku lekat. 

"Terima kasih, Sayang ...." tangisnya pecah penuh haru. 

Jangan khawatir sayang. Jangan pernah berurai tangis. Aku datang bersama teriknya gelap. Kan kutaklukkan pekat menembus cakrawala sehingga malam
Tidak akan ada lagi wanita terbaik, wanita-wanita bangsawan, wanita-wanita cantik yang akan menangisi malam persembahan. 

Bersabarlah Tirani Sang penguasa sudah dipecahkan. Upacaranya sudah kita batalkan. Kita akan pulang. Pulang kepada kehangatan, pada hangatnya dekapan seorang ibu. 

Seluruh bangunan bergetar. Energinya menjalar kian terasa. Aku melesat menggendong Surti di dadaku. Terbang menuju gerbang utama. Sebuah tiang besar tiba-tiba ambruk dan tepat jatuh di hadapan kami. Surti menjerit. Wajahnya terbenam bersenyawa dengan dadaku. Rambutnya tergerai ke bumi. 


Aku mundur tepat satu langkah. Sedetik saja aku terlambat maka kakiku hanyalah sepotong daging giling.
Huft! Sang Penguasa semesta yang sesungguhnya masih menyertaiku dan akan selalu menyertai.

 Aku melompat melewati tiang itu. Jangan sampai terlambat. 

Tepat menuju gerbang utama aku tetap melesat melayang menuju hutan. Sebuah dentuman maha dahsyat memekakkan seluruh hutan. 

Byuarrrrrrrrrrr!

Ledakan dari dalam bilik persembahan berdentuman membumi-hanguskan seluruh Kota Kematian. 

Pemeliharaan Pencipta sungguh luar biasa. Surti memelukku kian erat. Ada binar-binar harapan yang mulai berkelebat dalam tatapannya. Sebuah pemandangan yang lama kurindukan. 

Tunggu kami Nyai
Sambutlah kami. 
Kan kupersunting putri kecilmu yang kini menawan bagai bulir-bulir rasa yang mekarkan seluruhku. Menjadikanku seorang lelaki. 

Komentar

  1. Endingnya sweet banget. Selalu suka diksi Mbak erlina dan setiap kisah yang terukir. Keren (y)

    BalasHapus
  2. Makasih kak. Eh jadi tau ada typo hehehe

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pidato Pembina Upacara: Pendidikan Karakter Zaman Now

Para pecundang cinta

HOTS